Cerita Mahfud MD Ditelepon Jenderal Senior Jelang Reshuffle Kabinet: Kami Cenderung ke Bapak


www.bincangekonomi.com.ǁJakarta,23 Sepetember 2025-Mantan Menkopolhukkam Mahfud MD bercerita dihubungi jenderal senior jelang reshuflle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto.

Hal itu disampaikan Mahfud MD menanggapi rumor dirinya mengisi poosisi i Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) dalam Kabinet Merah Putih.

Diketahui, Presiden Prabowo Subianto mencopot Budi Gunawan dalam reshuffle kabinet pada Senin (8/9/2025).

Posisi itu sempat dirangkap oleh Menteri Pertahanan RI (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin selama sembilan hari.

Prabowo lalu melantik Letjen TNI (Purn) Djamari Chaniago sebagai Menko Polkam RI di Istana Negara, Rabu (17/9/2025).

Selain ditunjuk sebagai Menkopolkam RI, Letjen TNI (Purn) Djamari Chaniago juga dianugerahi kenaikan pangkat berupa Jenderal Kehormatan (Hor), sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian panjangnya di TNI.

“Jadi betul tanggal 7 September malam saya ditelepon,” kata Mahfud MD dikutip dari akun Youtube Mahfud MD Official pada Senin (22/9/2025).

Saat itu, Mahfud MD sedang berada di Yogyakarta.  Jenderal tersebut, kata Mahfud MD, mengaku ingin bertemu dengan dirinya.

Namun, Mahfud MD mengaku akan memberikan kuliah sehingga baru bisa bertemu di Jakarta pada tanggal 9 September 2025.

“Dia bilang begini, Pak Mahfud, ini Menkopolkam perlu orang yang bisa menjembatani TNI dan Polri dan diskusi-diskusi kami kecenderungannya ke Pak Mahfud,” imbuh Mahfud MD menirukan ucapan jenderal senior.

Mahfud MD enggan membocorkan nama jenderal senior tersebut. Mahfud MD mengungkapkan saat itu dirinya tidak menjawab tawaran dari jenderal senior itu.

Ia lalu menyinggung standar etik yang dipegangnya.

Dimana jabatan di pemerintahan harus diduduki oleh pihak yang memenangkan Pilpres.

“Yang berkeringat secara politik. Saya kan tidak. Saya sudah diumumkan tanggal 22 April ketika diputus oleh MK kan banyak yang tanya, Bbpak mau masuk enggak? ini standar etik. Rtikanya itu yang menang yang berkeringat untuk Pak Prabowo kan banyak,” jelas Mahfud MD.

“Sedangkan saya berkeringat untuk diri saya sendiri. Saya ndak mungkinapa namanya? Saya ingin masuk ke situ, tidak etis gitu. Kecuali saya bilang nanti ada pembicaraan, kalau memang di sana tidak ada sama sekali gitu, baru ke saya. Tapi kan banyak yang lebih hebat dari saya di sana. Banyak yang sudah berjuang,” tambah Mahfud MD.

Oleh karena itu, Mahfud MD tidak menjawab pertanyaan jenderal senior itu.

“Saya bilang nanti adalah kita pikirkan gitu kan kabarnya kan masih akhir Oktober begitu ya,” kata Mahfud MD.

Mahfud hanya memberikan jawaban yang mengambang karena tidak enak menolak tawaran itu.

Jika menolak, kata Mahfud, dirinya akan dicap sombong. Tetapi bila menerima dianggap tidak tahu diri.

Mantan Cawapres itu lalu menuturkan bahwa dirinya pulang ke Jogja setelah pertemuan dengan jenderal senior.

“Nah, terus perdebatan di media banyak ada gambar saya calon Menkopolkam kuat macam-macam gitu ya,” imbuhnya.

Saat di Jogja, Mahfud MD mengakui banyak menerima telepon dari awak media mengenai rumor menjabat sebagai Menkopolkam.

Tetapi, Mahfud mengaku akan menjawab kepada pihak yang berwenang. Bahkan, ia mengaku ditanya hal yang sama saat menjadi narasumber di podcast Leon Hartono dan Deny Sumargo.

“Saya bilang saya gak tahu jawabannya karena tidak ada yang nawari. Jadi saya bilang, saya apapun yang saya jawab nanti kan orang ada yang suka ada yang gak oleh sebab itu saya akan jawab kepada yang menawari saja kan gitu kan,” katanya.

Mahfud MD mengatakan dirinya tetap bisa mengabdi kepada bangsa negara meskipun berada di luar pemerintahan.

Selain itu, Mahfud MD menuturkan bahwa pernyataan dirinya tetap menjadi rujukan meski ada di luar pemerintah.

“Nah, oleh sebab itu terpikir juga oleh saya daripada cuma ngomong doang di luar berilah warna sedikit itu terpikir tapi pada waktu itu belum diputuskan. Saya tidak akan menyampaikan ini sebelum berdiskusi dengan yang akan mengangkat saya mau disuruh apa. Kemampuan saya hanya ini. Kan mau saya begitu gitu,” jelas Mahfud MD.

“Kalau saya tidak bisa melakukan itu ya saya gak usah kan gitu maunya selesai ya saya gak gak menjawab sampai akhirnya ada pelantikan. Nah itu aja kalau ceritanya saya ditawari itu benar benar adanya,” imbuh Mahfud MD.

Djamari Punya Chemistry

Tak hanya itu, Mahfud MD juga menanggapi soal penunjukan Djamari Chaniago sebagai Menko Polkam yang baru.

Mahfud MD menilai, Djamari Chaniago adalah sosok yang tepat sebagai Menko Polkam RI.

Sebab, purnawirawan TNI yang kini berusia 76 tahun tersebut adalah tokoh senior yang bisa menempati posisi senior pula sebagai Menteri Koordinator yang membawahi berbagai kementerian dan lembaga.

“Menurut saya, tepat ya. Tepat dalam pengertian senioritas karena Menkopolkam itu kan membawahi beberapa kementerian, ada 14 kementerian lembaga yang di bawah itu,” jelasnya.

“Jadi dia harus berada di atas, harus bersuara sehingga memberi warna yang sama kebijakan pemerintah terhadap kementerian yang dia bawa,” tambahnya.

Mahfud MD juga menyebut Djamari Chaniago cocok jadi Menkopolkam RI karena lebih senior daripada Prabowo.

Diketahui, Djamari Chaniago yang lahir di Padang, Sumatra Barat pada 8 April 1949 dan berusia 76 tahun, lebih tua dua tahun daripada Prabowo yang lahir di Jakarta, 17 Oktober 1951.

Menurut Mahfud MD, tugas sebagai Menko Polkam tidak sulit, hanya butuh keberanian untuk menyatukan opini yang beragam menjadi satu suara yang mewakili pemerintah.

“Dan itu menurut saya, Pak Djamari Chaniago oke. Dia seorang Letjen pada saat pensiun dan menjadi jenderal ketika diangkat. Dan dia lebih senior dari Presiden Prabowo. Iya, dia lebih senior dari Presiden Prabowo,” papar Mahfud.

“Jadi menurut saya oke, nggak sulit kok Menko Polkam itu, tinggal keberanian untuk berada di atas opini yang berserakan dan dia membuat opini yang mewakili keseluruhan opini pemerintahan,” sambungnya.

Pakar hukum tata negara yang pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2008–2013 ini juga menilai, chemistry (perasaan saling terhubung) antara Djamari dan Prabowo cocok.

Sehingga, Djamari dapat merepresentasikan Prabowo dalam kebijakannya.

“Sangat penting ya. Pertama untuk menyerasikan langkah-langkah pemerintahan kita yang mewakili wajah Pak Prabowo sebagai presiden. Representasi Pak Prabowo dalam kebijakannya,” ujar Mahfud MD.

“Dan untuk itu mungkin chemistry-nya cocok [dengan] Pak Prabowo, karena lebih kepada persoalan chemistry,” tambahnya.

“Jadi bisa dan mungkin Pak Prabowo cukup hormatlah kepada Djamari karena kan lebih senior sedikit,” katanya.

“Oleh sebab itu ya kita lihat saja bahwa kita ingin melihat Menkopolkam itu seperti elang yang ada di atas semua yang dibawahinya itu,” imbuhnya.

“Lalu suarakan, ‘Ini loh Kominfo begini, kejaksaan begini, polisi begini, kasus ini kalau menimbulkan kontroversi penyelesaiannya begini, penjelasan publiknya begini.’ Nah, saya kira Pak DJamari oke,” kata Mahfud.

Sosok Djamari Chaniago

Djamari Chaniago lahir di Padang, Sumatra Barat, pada 8 April 1949 dan merupakan lulusan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) tahun 1971.

Ia resmi pensiun sebagai perwira tinggi (Pati) TNI AD pada 2004 dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal (Letjen).

Sepanjang perjalanan kariernya, Djamari pernah menempati sejumlah jabatan strategis di tubuh TNI AD.

Djamari tercatat pernah menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) sejak Mei 1998 hingga November 1999.

Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat sejak November 1999 hingga Maret 2000.

Karier Djamari makin moncer kala ia menduduki kursi jabatan sebagai Kepala Staf Umum TNI sejak Maret 2000 hingga Maret 2004.

Djamari diketahui juga pernah menjadi bagian dari Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang memutuskan bahwa Prabowo terbukti melakukan pelanggaran ketika terlibat dalam operasi penculikan sejumlah aktivis pada 1997-1998.

Selain Djamari Chaniago, DKP tersebut terdiri dari Subagyo Hadisiswoyo dan Fachrul Razi sebagai ketua dan wakil ketua, lalu ada juga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Agum Gumelar, Yusuf Kartanegara, dan Arie J. Kumaat.