Anggota Pansus DPRD DKI Jawab Alasan Tempat Hiburan Malam Masuk Kawasan Tanpa Rokok

www.bincangekonomi.com.ǁJakarta,19 Oktober 2025-Tempat hiburan malam masuk dalam kategori kawasan tanpa rokok (KTR) di Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang tengah dibahas DPRD DKI Jakarta.
Masuknya tempat hiburan malam ke dalam KTR ini memunculkan perdebatan, Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) dan Gerakan Karyawan Hiburan Jakarta Bersatu belum lama ini menggelar unjuk rasa.
Mereka menilai, aturan melarang merokok di tempat hiburan malam justru akan berdampak negatif bagi keberlangsungan usaha.
“Pasti (berdampak pada kelangsungan usaha) karena kita semua pengusaha hiburan itu kalau memang Perda ini diadakan, tetap dilakukan, dunia usaha DKI Jakarta pasti akan tutup,” kata Wakil Ketua Asphija Ghea Hermansyah saat aksi di DPRD, Selasa (14/10/2025).
Humas Asphija Kukuh menambahkan, pihaknya tidak menolak adanya Perda KTR yang ingin diterapkan di Jakarta.
Tetapi, tempat hiburan seharusnya bukan menjadi objek yang dimasukkan ke dalam peraturan tersebut.
Dia meminta, DPRD melibatkan semua pihak dalam merumuskan peraturan agar setiap kebijakan tidak mengorbankan perekonomian atau berdampak negatif.
“Jadi kalau ada peraturan tentang solusi untuk mengurangi rokok di Jakarta atau apapun itu, kita pengen diajak. Tidak tiba-tiba peraturan dibuat atau ada niat membuat peraturan dilarang merokok di hiburan malam,” kata Kukuh.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) KTR August Hamonangan mengatakan, ada alasan yang logis mengapa tempat hiburan malam masuk ke dalam kawasan tanpa rokok.
“Ya menurut mereka, menurut yang lain gitu, ya kita di sini memang alkohol plus rokok ya itulah kenikmatan hiburan malam gitu,”
“Nah ada teman kita, ya saya sebutkan aja Bang Ali yang menyampaikan di luar negeri udah ada lho, dan kekhawatiran kalau itu misalkan puntung rokoknya bisa mengakibatkan potensi kebakaran,” ucap August, Kamis (16/1/2025).
Menurut August, dinamika yang terjadi di masyarakat terhadap Raperda KTR harus disikapi dengan bijak sehingga setiap aturan bisa mengakomodir aspirasi yang ada.
Jangan sampai kata dia, dinamika yang ada justru seolah membuat pro dan kontra. Padahal, niat dibuatnya Perda KTR demi melindungi masyarakat yang tidak merokok.
Tetapi, jangan sampai juga kebijakan melindungi masyarakat dari asap rokok justru merugikan perekonomian yang juga berdampak buruk.
“Jangan apa namanya, kita seolah-olah jadi diadu ada yang pro, ada yang kontra, padahal sama-sama ya niat baik kita, niat luhur kita membuat di Jakarta warganya lebih sehat lagi, kan gitu kira-kira lebih sehat lagi,” tegas dia.